Jakarta,
Khazanah -- Banyak pekerja terkejut lihat nominal Tunjangan Hari Raya (THR)
Lebaran tahun ini. Biang keroknya adalah skema baru penghitungan dan pemungutan
pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan sejak Januari 2024.
Seorang
pekerja e-commerce yang namanya disamarkan, Dila mengaku kaget melihat besaran
THR.
"Ini
udah THR-an. Serius, kok segini?" tanya Dila
Di
luar THR dan tunjangan lembur, Dila biasanya mendapat penghasilan kotor sebesar
Rp12,8 juta per bulan, termasuk gaji pokok senilai Rp11 juta.
Setelah
dipotong PPh serta iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, angka bersihnya
kira-kira Rp11,6 juta. Ini menggunakan perhitungan PPh dengan asumsi Dila tidak
pernah lembur dan menggunakan fasilitas asuransi dan kesehatan (benefit in
kinds).
Pada
Maret, Dila mendapat THR senilai satu bulan gaji pokok dan tunjangan lembur
hingga Rp2,1 juta. Karena itu penghasilan kotornya mencapai sekitar Rp26 juta.
Namun, angka bersih yang masuk ke rekeningnya hanya Rp22,1 juta.
Di
luar potongan untuk iuran BPJS, PPh-nya saja menyentuh Rp3,4 juta.
"Pajak
THR tahun ini kayak diam-diam menghanyutkan. Enggak ikhlas," kata Dila.
Dirinya
juga bersimpati dengan sejumlah teman sekantornya, yang menurutnya langsung
murung begitu melihat rekening. Apalagi beberapa di antaranya adalah bagian
dari "generasi sandwich" yang harus menanggung hidup diri sendiri,
orang tua atau saudara, serta anaknya.
Dugaan
Dila, ada rencana-rencana keuangan yang tak bisa mereka jalankan karena besaran
THR tak sesuai harapan.
"Memang
privilese paling gede adalah masih belum jadi 'generasi sandwich'," kata
Dila.
Tak
hanya Dila, banyak orang lain mengalami hal ini. Di media sosial X, misalnya,
banyak warganet yang terkejut dan komplain karena potongan pajaknya dirasa
begitu besar. Ada yang mengatakan potongan pajaknya pada bulan Maret lebih
tinggi dari upah minimum regional (UMR) Jakarta. Ada yang bilang potongan
pajaknya bisa untuk jatah makan sebulan. Ada yang tidak rela karena pajaknya
bisa jadi diselewengkan
"THR
sekecil ini berkelahi dengan pajak," kata akun @ryuveli di X.
Sebegai
informasi, sejak 1 Januari 2024, pemerintah menerapkan skema penghitungan baru
untuk potongan pajak atas penghasilan individu, atau kerap disebut PPh pasal
21, merujuk nomor pasal di Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Skema
baru ini menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) yang terbagi menjadi dua
jenis, tarif efektif bulanan untuk pegawai tetap dan pensiunan serta tarif
efektif harian untuk pegawai tidak tetap. Karena Dila adalah pegawai tetap yang
bekerja di perusahaan swasta, penghitungan pajaknya menggunakan tarif efektif
bulanan. Di skema lama, seorang wajib pajak mesti menghitung jumlah total
pemasukan bersihnya selama setahun, lalu menguranginya dengan angka penghasilan
tidak kena pajak (PTKP), agar mendapat besaran penghasilan kena pajak (PKP).