×

Iklan


HUT RI di RT 5 RW 3

19 Agustus 2021 | 00:38:53 WIB Last Updated 2021-08-19T00:38:53+00:00
    Share
iklan
HUT RI di RT 5 RW 3

Oleh: ALWI KARMENA

KETUA RT kami namanya Nde Cimande. Dia pernah berbaur sebagai aktifis di partai oposisi. Agak berbakat di dunia politik. Namun karena belum beruntung dia tak jadi apa-apa di partainya.

Namun demikian, mungkin karena gigih, Cimande berhasil juga diangkat Ketua RT 5 di RW 3.

    Perayaan HUT RI kemarin ini Nde Cimande menyuruh anak-anak muda menggelar Lomba Khusus Bertendens. Begitu dia menamakan jenis lomba yang digadang-gadang lainnya.

    Lomba tersebut, karena namanya khusus dibuat dua macam saja. Pertama Lomba Memanjat Batang Pinang, kemudian Lomba Pacu Karung.

    Ketika ditanya, kenapa dia menganjurkan dua lomba terebut. Dengan senyum dan mengangguk-angguk jumawa bercampur ongas, Nde Cimande menitah seperti filsuf setengah matang.

    “Tau kalian tamsil dari lomba yang ambo adakan ini?” tanyanya.

    Kami yang mendengar menggeleng-geleng sapik dengan muncung ternganga.

    Dengan sedikit memberat-beratkan suara, Nde Cimande berkata; itulah tamsil atau makna dari kemerdekaan yang ambo pelajari.

    Lalu ia menguraikan, bahwa Memanjat Batang Pinang, itu simbol dari sikap sebahagian anak bangsa. Mengangkat, memikul, kapan perlu membiarkan bahu atau kepala awak dipijak orang yang dipercaya naik ke atas.

    Sampai di atas, dia belum tentu membagikan apa yang didapatnya. Dia lupa, tadi untuk naik, kepala kawan nan dipijaknya. Kini, di atas, tangannya sedang terpacit hasil yang berharga. Terserah dia mau membagi atau memakan sendiri.

    Orang model begini harus diberi pelajaran. Boleh ‘mansur’ (makan surang ), tapi jangan beri dia menginjak awak untuk turun. Menghambur sajalah. Biar nak patah.

    “Nnnah Lomba Pacu Karung, itu potret Merdeka yang terbaca dek ambo. Orang disuruh berpacu lari. Merdeka sesuka hati, tapi kedua kaki terpasung dalam karung. Larilah, sebatas lingkaran karung. Jangan lebih," katanya dengan muncung berbusa-busa.

    Nde Cimande bercerita dengan nada bangga. Dia ingin kami memujinya. Tapi itu tidak kami persembahkan.

    No! Biar saja dia hanyut dengan arus keongasannya. Awak cuek-cuek saja. **